Home » » BELAJAR MENGHITUNG INDEX KOMPETISI TAJUK POHON

BELAJAR MENGHITUNG INDEX KOMPETISI TAJUK POHON

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kayu Jati sampai saat ini masih menjadi pilihan pengusahaan hutan tanaman di Jawa. Keberhasilan akan program hutan tanaman ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tujuan penanaman, kebutuhan masyarakat, sistem silvikultur yang digunakan dan kesesuaian antara jenis pohon dengan lingkungannya.
Pola tanam yang efektif dan efisien dapat digunakan pada lahan-lahan yang mempunyai kualita tempat tumbuh dan aksesibilitas yang relatif baik sehingga tidak mengalami kesulitan dalam pemanenannya. Penentuan ruang tumbuh juga penting karena hal itu menentukan tingkat kompetisi pohon dalam mendapatkan sinar matahari, mineral dan air dari tanah. Dengan bertambahnya jumlah pohon per hektar, luas bidang dasar akan bertambah pada setiap pohon, yang menambah jumlah luas bidang dasar yang sama sampai pohon-pohon mulai bersaing satu sama lain (Baskerville, 1965 dalam Daniel. et. al, 1995).
Daun secara umum dipandang sebagai organ utama produsen fotosintesis. Oleh karena itu pengamatan daun sangat diperlukan selain sebagai indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang, untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada pembentukan pada pembentukan biomassa tanaman. Pengamatan daun ini dapat didasarkan atas fungsinya sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis.
Berdasarkan uraian di atas, luas daun dapat menjadi pilihan parameter utama, karena laju fotosintesis per satuan tanaman pada kebanyakan kasus ditentukan sebagian besar oleh luas daun. Dengan pengertian lain, informasi mengenai kemampuan fotosintesis tanaman akan dapat diperoleh. Ketebalan daun yang menentukan absorbsi cahaya dapat juga menarik untuk diamati yang dapat dinyatakan dalam bentuk nisbah berat daun dengan luas daun yang memerlukan pengamatan berat kering daun. Parameter ini juga cukup sensitif terhadap perubahan faktor lingkungan tertentu seperti cahaya (Daniel. et. al (1995)).
Kompetisi berasal dari kata latin yaitu “competere” yang berarti “meminta atau meminta-minta” untuk hal yang sama dengan yang dilakukan pihak lain. Dalam kamus Inggris (Oxford English Dictionary), kompetisi dibatasi dengan pengertian “aksi dari usaha untuk mendapatkan apa yang diusahakan pihak lain untuk didapat pada waktu yang sama (Donald, 1963 dalam Sitompul dkk. (1995)). Pengertian kompetisi yang paling sederhana, dan mungkin lebih realistis, dikemukakan oleh Braakhekke (1980) dalam Daniel. et. al (1995) yang membatasi kompetisi sebagai suatu proses partisi sumberdaya lingkungan yang terdapat dalam keadaan kurang yang disebabkan oleh kebutuhan serentak dari individu-individu tanaman yang dapat membawa kepada pengurangan tingkat pertumbuhan dan kapasitas reproduksinya.
Terjadinya kompetisi dikarenakan adanya pertama, kehadiran suatu individu atau kelompok tanaman lain di sekitar suatu individu atau kelompok tanaman. Kedua adalah kuantitas faktor pertumbuhan yang tersedia, dan kompetisi terjadi apabila ketersediaan faktor pertumbuhan terbatas. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah tanggapan tanaman terhadap dua atau lebih unsur lingkungan. Tanaman yang tumbuh alami atau semi alami akan selalu dihadapkan pada keadaan demikian, karena perubahan satu unsur lingkungan sering disertai dengan perubahan satu atau lebih unsur lain (Sitompul dkk. (1995).
Masing-masing pohon dalam suatu tegakan mempunyai jumlah ruang tumbuh terbatas. Baik ruang untuk mendapatkan sinar matahari maupun ruang untuk mendapatkan air dan unsur hara yang diperlukan oleh tumbuhan. Kekuatan tanaman melawan tekanan yang diberikan tanaman tetangganya atau kemampuan bersaing memperebutkan sumberdaya lingkungan dengan tetangganya yang diasumsikan sama dengan ukuran tanaman itu sendiri. Pemikiran ini didasarkan atas kenyataan bahwa tanaman yang mempunyai ukuran lebih besar, daun yang lebih luas dan akar lebih banyak, akan lebih mampu memperebutkan faktor lingkungan seperti cahaya, unsur hara dan air. Jadi suatu pohon tidak akan melebihi bayangan kanopi tetangga yang lebih tinggi.
Alasan kenapa dipilih kompetisi tajuk dalam memperoleh sinar matahari karena lebar tajuk berkorelasi positif dengan pencapaian akar dalam memperoleh mineral di dalam tanah. Dan juga, luasnya tajuk akan memperbesar proses fotosintesis yang terjadi pada pohon yang bersangkutan, sehingga pertumbuhan pohon juga akan semakin cepat. Ekspresi kebiasaan pertumbuhan tertentu ini biasanya dihubungkan dengan pertumbuhan relatif pucuk puncak dan cabang lateral. Pada semua conifer, puncak lebih cepat tumbuh daripada cabang lateral bawah, yang menimbulkan bentuk kerucut atau perilaku percabangan yang teratur dengan pusat batang dapat dilihat jelas. Pada semua pohon dikotil, cabang lateral tumbuh secepat atau lebih cepat daripada pucuk puncak, mengakibatkan perilaku pertumbuhan percabangan tidak teratur, yaitu pusat batang biasanya tidak tampak lagi karena percabangan yang berulang-ulang untuk membentuk tajuk yang menyebar dan meluas Daniel. et. al (1995).
Brown (1971) dalam Daniel. et. al (1995) menunjukkan, kebanyakan rimbawan berasumsi bahwa perilaku percabangan teratur pada conifer merupakan ekspresi dominasi yang kuat, dan bahwa daun lebar dengan perilaku percabangan tidak teratur dan banyak, mempunyai dominasi apikal lemah. Brown mengatakan bahwa situasinya sangat lebih kompleks pada pohon daripada situasi pada tanaman herba, jika yang pertama kali dilukiskan adalah fenomena dominasi apikalnya. Pada conifer, perkembangan kuncup bahwa hanya mengalalmi sedikit hambatan, sedangkan pada daun lebar, hampir semua kuncup lateral pada pucuk tahun yang berjalan terhalang penuh. Pada bentuk percabangan tidak teratur (tersebar), selama musim pertumbuhan kedua sesudah periode dorman, satu atau lebih kuncup sisi memanjang secepat atau lebih cepat daripada kuncup terminal. Hal ini memberikan karakteristik percabangan batang yang berulangkali. Pola percabangan sama ini kadang-kadang dapat timbul selama musim yang berjalan jika pucuk lammas terbentuk.
Dasar pemikiran di atas menunjukkan pentingnya mengenal dan menelaah masalah-masalah yang ada kaitannya dengan pertumbuhan Jati dan perlakuan silvikultur yang mungkin dapat dijadikan acuan dalam pengelolaannya, agar memberikan hasil yang maksimal. Penelitian ini sebagai langkah awal untuk mengetahui dan mengkaji faktor-faktor yang berkaitan dengan pertumbuhan dan ruang tumbuh yang diperlukan Jati.

1.2. Perumusan Masalah
Batang merupakan bagian tumbuhan yang amat penting, dan mengingat tempat serta kedudukan bagi tubuh tumbuhan, batang dapat disamakan dengan sumbu tubuh tumbuhan. Menurut tingkat kelurusan yang diinginkan, yang mengacu pada aspek kegunaan teknis suatu batang pohon, yaitu: telihat bagus (bebas/sedikit cacat), silindris dengan tinggi bebas cabang yang panjang, batang yang lurus, dan tentunya berdiameter besar merupakan tujuan akhir dari pembangunan hutan tanaman monokultur. Bentuk batang ini dipengaruhi oleh kondisi tegakan dan perlakuan silvikultur yang memodifikasi rasio tajuk aktif.
Persaingan yang terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya penghambatan perkembangan cabang dari lapisan yang lebih rendah atau membayangi batang pohon tetangganya, abrasi batang dan batasan tajuk yang sempit. Hal ini akan menghasilkan kualitas batang berdiameter kecil tetapi lurus dan panjang dengan percabangan yang sedikit.
Sedangkan pohon yang hidup soliter hanya akan memenuhi luasan yang mampu untuk pohon itu tumbuh. Maksudnya adalah suatu pohon hanya mampu memenuhi luasan tertentu dan tidak dapat lebih dari itu. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan lateralnya lebih besar dari pada pertumbuhan apikalnya sehingga kelurusan batang pohon daun lebar, mempunyai kecenderungan berkembang menggantung dan membengkok jika jarak tanam lebar atau tidak teratur.
Untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas kayu jati yang tinggi maka faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pohon harus dimanipulasi sedemikian rupa agar dapat menunjang pertumbuhan pohon. Salah satunya adalah dengan menciptakan ruang tumbuh yang sesuai untuk pertumbuhan pohon. Tindakan yang dilakukan adalah mempertahankan kerapatan maksimal yang selaras dengan pertumbuhan maksimalnya, dengan estimasi okuler penutupan tajuk dan perkembangan tajuknya. Permasalahannya adalah sampai saat ini, belum ada penelitian yang menyatakan tingkat kerapatan tajuk jati, sehingga kita belum bisa menentukan estimasi penutupan tajuk dan perkembangan tajuk.

1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:
Menentukan metode yang tepat dalam menghitung indeks kompetisi tajuk individu pohon dari beberapa metode perhitungan yang digunakan.

1.4. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat diantaranya:
1. Mengetahui metode perhitungan indeks kompetisi pohon pada jati KU I
2. Dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk menentukan jarak antar pohon



1 komentar:

  1. Aslmlkm. Mas coba cari di perpustakaan fakultas Kehutanan UGM. Saya pernah membaca hasil penelitian yang menghasilkan model pembentukan tajuk jati saat tumbuh bersama dengan jati (jati-jati), jati-mahoni dan sebagainya....mungkin bisa membantu...waslm

    BalasHapus

Chit-Chat

Find Us on Facebook

Diberdayakan oleh Blogger.