Bagi penyadap getah pinus, rutinitas keluar masuk hutan sudah menjadi hal yang biasa. Aroma
pohon pinus, getah pinus, embun pagi sudah menjadi bagian dari nafas mereka.
Seperti kehidupan masyarakat penyadap getah pinus di Toraja, Gowa, Sulawesi
Selatan dan sekitarnya. Sebagai sumber penghidupan, semakin banyak getah pinus
yang disadap berarti ada jaminan kesejahteraan pada diri mereka. Dengan teknik
penyadapan yang sudah mereka kuasai, setiap ada penambahan hutan kelolaan akan
disambut dengan suka cita. Ini berarti garapan akan selalu ada dan kelangsungan
pekerjaan mereka terus-menerus ada.
Teknik koakan
Teknik
penyadapan yang sudah akrab mereka lakoni yaitu teknik koakan (melukai batang
pohon sampai ke bagian kayu). Setiap pohon pinus yang sudah layak siap diambil
getahnya, dibuat koakan berbetuk U terbalik. Koakan dibuat oleh penyadap dengan
jarak sekitar 30 cm dari permukaan tanah. Kedalaman koakan sekitar 1-2 cm
dengan lebar 5 cm. Koakan yang dibuat harus mencapai bagian kayu. Pada tiap
pohon bisa dibuat lebih dari 1 buah koakan, tergantung diameter pohonnya.
Bagian yang sudah dikoak, akan mengeluarkan cairan kental yang berwarna
keputih-putihan. Cairan ini akan mengalir melalui talang dan tertampung pada
suatu wadah.
Rutinitas
masyarakat penyadap getah pinus
Setiap hari,
seorang penyadap getah pinus mampu mengurusi pohon pinus sebanyak 1.000 batang
atau hutan pinus seluas 1,5 ha. Tergantung pada kondisi areal kerja hutan yang
digarap, bila kondisi topografi hanya sedikit yang curam, produktivitas
penyadapan bisa ditingkatkan. Budaya masyarakat hutan biasanya memiliki jam
kerja yang disesuaikan dengan ritme kehidupan mereka. Penerapan jam kerja
layaknya di suatu perusahaan-perusahaan jelas tidak cocok untuk para penyadap
ini. Mereka tergolong pekerja yang punya keahlian atau ketrampilan khusus
sehingga untuk megetahui berapa jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mengelola
hutan pinus berdasarkan luasan hutan dan jumlah pohon yang siap produksi.
Setiap hari,
dalam satu kelompok tani kerja, mereka membawa peralatan kerja seperti cangkul
koakan, talang, sprayer, ember, drum, batu asah, sendok colek, sarung tangan,
sepatu boot, dan drum plastik. Peralatan lengkap ini dibutuhkan untuk membawa
hasil dari menyadap getah pinus. Kendala yang terkadang membuat mereka urung
bekerja yaitu hujan di pagi hari. Biasanya, keesokan harinya baru mereka mengambil
hasil sadapan mereka. Dalam teknik penyadapan, mereka juga mengenal
teknik-teknik penyadapan lainnya seperti goresan, bentuk V, dan bor. Namun,
dalam prakteknya di lapangan, sistem koakan yang paling banyak dipakai karena
dinilai lebih pas saja.
Setiap dua hari
sekali, dilakukan perangsangan pada tiap luka bekas sadapan. Tujuannya, untuk
mencairkan kembali getah pinus dengan semprotan cairan bahan kimia tertentu.
Ada penyadap yang memakai bahan kimia cairan asam sulfat, asam oksalat, CuSO4,
dan bolus alba. Dengan prosedur dan teknik penyadapan yang benar, bisa
dihasilkan getah berkualitas. Dalam hal soal kualitas getah, dibedakan menjadi
dua, yaitu mutu A dan mutu B. Kualitas mutu A ditandai dengan warnanya yang
putih bening, tak dijumpai adanya campuran benda-benda asing, kadar air kurang
dari 3%. Sedangkan kualitas mutu B, ditandai dengan warnanya yang keruh
kecoklatan, terdapat benda-benda asing, kadar air lebih dari 3%.
Kendala yang dihadapi
Seringkali penyadap
getah pinus menjumpai produktivitas getah pinus yang menurun. Hal ini bisa
disebabkan oleh faktor internal pohon, faktor eksternal, dan teknik perlakuan
penyadapan. Faktor yang sering menjadi sumber penyebab penurunnya produktivitas
yaitu kesehatan pohon yang menurun akibat perlakuan sadapan yang terkadang
berlebihan. Misalnya saja, jumlah koakan dalam satu pohon yang terlalu banyak
sehingga pertumbuhan pohon tersendat. Pertumbuhan yang terhambat ini akan
membuat rapuh batang pohon. Bila tak kuat, selain tak berproduksi getah, ia
akan mudah patah diterjang angin.
Kendala lainnya
yang sering dijumpai yaitu tingkat kesuburan tanah yang rendah. Walau pohon
pinus bisa tumbuh di daerah apa saja, tapi untuk produktivitas yang bagus
memerlukan tingkat kesuburan yang baik. Butuh unsur-unsur hara dalam jumlah
cukup dan bahan organik yang cukup pula. Pohon pinus akan berproduktivitas
optimal bila tempat tumbuhnya juga memenuhi persyaratan, seperti curah hujan
rata-rata kurang dari 2000 mm/th, suhu di kisaran 22-280 C,
ketinggian tempat antara 400-700 m dpl. Pohon pinus sudah mulai disadap pada
umur 10 tahun. Produktivitas mulai menurun sesuai dengan tingkat perlakuan yang
diterimanya.
Asa masyarakat penyadap
getah pinus tentu adanya jaminan kesejahteraan pada kehidupan mereka. Rutinitas
pekerjaan mereka tiap hari di dalam hutan pinus bisa menopang kehidupannya
sekaligus sebagai bagian dari ritme budaya masyarakat. Adanya ikatan ini akan
berdampak positif secara keseluruhan. Entah terhadap masyarakat, perusahaan,
pemerintah, dan ekosistem hutan itu sendiri. Berprofesi sebagai penyadap getah
pinus tak kalah hebatnya dengan profesi-profesi lainnya. Bahkan bisa saja malah
menjanjikan kesejahteraan yang lebih.
0 komentar:
Posting Komentar