Home » » Profesor Suhardi Profesor Telo

Profesor Suhardi Profesor Telo

Aku mengenal beliau dulu ketika sedang belajar di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta tahun 1999. Beliau kukenal sebagai dosen yang sangat cemerlang, Pak Hardi, kami biasa memanggil, tercatat sebagai profesor kehutanan termuda kala itu. Entah kalau sekarang, apa sudah ada rekor baru atau belum. Maklumlah, aku kurang gaul dalam hal ini.

Pertama kali berdialog langsung dengan beliau ketika ada sebuah kasus dalam studiku. Saat itu aku salah  mencatat waktu ujian, sehingga tidak bisa ikut ujian. Aku menghadap ke bagian tata usaha [TU] untuk mengusahakan ujian susulan, tetapi kata-kata yang tidak mengenakkan yang aku dapatkan. Akhirnya saya menghadap wakil dekan bagian akademik, yang waktu itu dijabat oleh Prof. Suhardi. Dalam dialog itu aku dapatkan sosok yang sangat perhatian terhadap anak didiknya. Beliau dengan tenang menanggapi keluhanku dan memberi wejangan dan bimbingan dalam menempuh studi. Walaupun demikian, tetap saja aku tidak dapat menempuh ujian susulan dan merelakan nilai E ada dalam hasil ujian semester. Dan dengan terpaksa pula aku harus mengikuti kuliah yang sama semester depan.
Aku tertarik menulisnya di blog ini karena Pak Suhardi, Prof. Telo ini memiliki kekuatan dan kemauan yang keras dalam memegang teguh keyakinan dan cita-cita beliau. Kerja keras dan pantang menyerah merupakan contoh yang baik untuk kita tauladani bersama. Propaganda anti gandum adalah sesuatu yang ‘original’ menurutku, sebagai bentuk dari perlawanan terhadap hegemoni gandum dan turunannya telah mendarah daging dalam darah beliau. Kedaulatan pangan nasional selalu beliau suarakan dimana saja dan kapan saja beliau diberi kesempatan untuk bicara. Julukan sebagai Prof. Telo pun beliau sandang dengan bangga.
Di bawah ini beberapa cuplikan dari sebuah buku yang sangat menginspirasi ‘Mandiri Pangan Sejahterakan Rakyat’ Prof. DR. Ir. Suhardi.
Pada tahun 9187, Prof. Suhardi berusia 32 tahun. “Pada kali pertama itulah di tahun 1987, saya mengikrarkan Sumpah Gandum. Kalau Gadjah Mada mengikrarkan Sumpah Palapa, maka saya ber Sumpah Gandum. Saya tidak akan makan gandum dan produk turunannya, hingga masyarakat Indonesia sejahtera dan tidak bergantung pada gandum,” tegas Prof. Suhardi.
Sampai saat ini Prof. Suhardi tetap konsisten tidak makan gandum dan turunannya karena negeri ini belum berdaulat pangan, alih-alih berdaulat dari gandum, berdaulat dari beras pun kita tidak. Malah fenomena yang kudapati di pelosok-pelosok dusun di Sulawesi, mungkin juga di pulau yang lain di Indonesia,  produk mie instan telah menjadi budaya dan menjadi makanan wajib dalam setiap jamuan makan. Ngeri kan?
"Kalau kita perhatikan gandum (tepung terigu) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Padahal gandum sama sekali tidak tumbuh di Indonesia, harus diimpor dari luar negeri. Lihat saja aneka kue dan makanan kecil, sebagian besar menggunakan terigu sebagai bahan baku. Begitu pula komposisi snack, mie instant, roti, biskuit, gorengan yang ada di pasaran, sebagian besar bahan dasarnya adalah terigu,"
Ketergantungan importasi yang tinggi terhadap pasokan gandum atau tepung terigu sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia. Kebutuhan biji gandum Indonesia setiap tahunnya sangat besar, yaitu lima juta ton. Sedangkan pada 2008 dan 2009, importasi beras di Indonesia nol persen.
Dalam perhitungan Prof. Suhardi, dari importasi komoditas makanan seperti gandum, maka devisa negara yang tersedot keluar sebesar Rp 325 triliun per tahun. Jumlah ini tidak sebanding dengan penggelontoran dana talangan ke bank Century sebesar 6 triliun. Padahal, gizi gandum jauh lebih rendah dibanding gizi ketela atau umbi-umbian lain maupun beras.
“Pemerintah sekarang tidak memahami petuah Nabi Muhammad. Bukan carilah ilmu hingga ke negeri Cina. Tapi, yang dilakukan pemerintah justru imporlah pangan hingga ke negeri Cina. Padahal di negeri ini terdapat 400.000 jenis tanaman yang bisa dikonnsumsi, namun tidak terkelola dangan baik,” jelas Prof. Telo.
Melalui buku ‘Hutan dan kebun Sebagai Sumber Pangan Nasional” yang dikerjakan bersama Moch Sambas Sabarudin dan Sri Astuti Soedjoko, Prof. Suhardi ingin menyampaikan pesan kepada pemangku kebijakan, agar mulai mengurangi impor gandum dan kembali meningkatkan produksi tanaman pangan di dalam negeri sendiri. Meskipun, dia menyadari keputusan tersebut akan bertabrakan dengan kepentingan produsen pangan yang bahan bakunya menggunakan gandum.
Prof. Suhardi selalu lantang mendorong agar memanfaatkan hutan untuk ditanami sejumlah tanaman pangan yang mampu beradaptasi dengan hutan. Misalnya ganyong, garut, suweg, porang, gadung, tales, dan lain-lain yang dikonsumsi dan menjadi bahan penghasilan bagi masyarakat di sekeliling hutan.
Mari kita tengok seberapa meruginya kita kalau kita tergantung terhadap gandum dari segi kandungan gizinya.
No.
Kandungan Gizi
Banyaknya dalam


Beras
Gandum
Ubi Kayu
Garut
Ubi Jalar
1
Kalori [kal]
360
365
363
355
136
2
Protein [gram]
6,8
8,8
1,1
0,7
1,1
3
Lemak [gr]
0,7
1,3
0,5
0,2
0,4
4
Karbohidrat [gr]
78,9
77,3
88,2
85,2
32,3
5
Kalsium [mg]
6
16
84
8
57
6
Phospor [mg]
140
106
125
22
52
7
Zat Besi [mg]
0,8
1,2
1
1,5
0,7
8
Vit A [SI]
0
0
0
0
900
9
Vit B1 [mg]
0,1
0,1
0
0,1
0,1
10
Vit C [mg]
0
0
0
0
35
11
Air [gr]
13
12
9,1
13,6
40
12
Bagian dimakan [%]
100
100
100
100
100




0 komentar:

Posting Komentar

Chit-Chat

Find Us on Facebook

Diberdayakan oleh Blogger.