Kooong-nya Iwan Simatupang
‘Kisah tentang seekor perkutut’
Roman ini bercerita tentang kehidupan desa tani di pedalaman
Pulau Jawa seting tahun 70-an. Sekilas cuplikan-cuplikan yang menarik hati saya
untuk menuliskannya kembali di sini. Sebuah cerita menarik tentang perkembangan
ke-Indonesia-an yang berlatar belakang negara agraris. Dari sini saya dapat
merasakan denyut tani bangsa kita. Kedalaman tani sesungguhnya. Mari kita baca Indonesia.
Malang nian nasib Pak Sastro, sudah ditinggal mati oleh
istri tercinta, harus kehilangan anak pula, yang tewas ditabrak oleh kereta api
langsir.
Untuk mengobati kesedihan hatinya, dia membeli seekor
perkutut. Celakanya, yang diabeli hanya perkutut gule-tak bisa berbunyi kooong.
Walau begitu, dia terlanjur cinta.
Suatu hari burung itu kabur dari sangkar yang terlupa
dikunci. Pergilah Pak Sastro untuk mencarinya. Siapa nyana, seisi desa ternyata
ikut blingsatan dan kehidupan pun jungkir balik. Apa pasal?
...
“Satu-satunya penyelamatan adalah: Kembali ke sawah dan ke
kebun! Kembali menjadi kita semula. Yaitu: tani, manusia bercocok tanam. Tidak menyuruh
orang lain. Kita kerjakan sendiri.”
Lama mereka diam. Kata-kata laki-laki tegap itu menggema ke
celah-celah hati yang paling dalam. Kata-kata itu menerobos pembuluh-pembuluh
darahnya, bersatu dengan butir-butir darah, dan akhirnya mengalir deras kembali
ke jantung taninya.
Ya! Kembali ke sawah! Kembali menggenggam tanah basah. Menggenggam
bibit-bibit unggul! Kembali menggenggam pupuk! Kembali menggenggam padi! Kembali
menggenggam palawija! Kembali mnggenggam ikan emas di empang!
Wajah mereka berangsur-angsur cerah kembali. Senyum yang
membebaskannya jadi titik tolak sejarah yang mereka pahatkan sejak saat itu.
Ke sawah! Ke kebun!
....
Ya! Untuk pertama kali desa itu memperdengarkan desahnya
sebagai desa tani yang sewajarnya. Uapnya kembali mengambang di udara. Uap manusia-manusia
sederhana, yang punya hubungan dengan tanah dan air di bumi, cuaca dan harapan
di langit, tempat Dia bersemayam menurut keyakinan orang-orang sederhana
seperti kaum tani.
Penerbit: Pustaka Jaya
Cetakan pertama, 1975
Cetakan kedua, 2013
0 komentar:
Posting Komentar