Home » » Perubahan iklim

Perubahan iklim

Perubahan iklim yang terjadi belakangan ini membuat kita harus berpikir kreatif untuk dapat bertahan hidup. Perubahan iklim bukan semata karena rotasi dan fenomena alam semata, akan tetapi karena perbuatan manusia di permukaan bumi ini. Banyak hal yang dilakukan manusia yang membuat terjadinya perubahan iklim, disinggung pula di dalam Al-Qur'an : “Telah nyata kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali .”Perubahan iklim 
Pembangunan dunia yang selama ini dilakukan secara besar-besaran telah membawa bumi ini dalam kehancuran yang nyata. Tuntutan yg besar dari pembangunan terhadap ketersediaan bahan baku dan sumber daya alam telah mendorong banyak anak manusia utk melakukan perusakan di belahan lain dari bumi ini demi mengambil keuntungan sesaat dari pembangunan itu.
Eksploitasi hutan secara besar-besaran sekedar mendapatkan kayu yang indah dan kuat untuk memenuhi selera pembangunan tanpa menghiraukan akibat yang akan menimpa lingkungan. Bahkan sudah banyak yg merasakan akibatnya mulai dari tanah longsor banjir dan sebagainya.
Juga ada pembakaran hutan sebagai cara murah utk membuka lahan tanpa mempedulikan kehidupan orang lain yg terganggu oleh asap yg tebal baik kesehatan masyarakat kegiatan perekonomian dan kepentigan umum lainnya.
Banjir yg melanda kita beberapa saat yg lalu juga merupakan akibat perbuatan kita yang suka menjadikan got-got dan saluran pembuangan air sebagai tempat sampah. Juga akibat perbuatan kita yang tak peduli dengan kelestarian sungai sebagai saluran utama bagi air hujan.
Sementara di lautan ketamakan manusia juga menimbulkan kerusakan yang tak sedikit mulai dari penghancuran terumbu karang penggalian pasir laut tumpahan minyak perburuan dan penangkapan ikan-ikan yg tak mengenal batas telah menimbulkan kesengsaraan pada sebagian ummat manusia serta kerusakan alam. Udara juga tak ketinggalan terkena kerusakan bolongnya ozon sedikit demi sedikit telah menimbulkan berbagai efek yg tak pernah ada sebelumnya yg ditimbulkan oleh radiasi sinar matahari yg tak lagi disaring oleh ozon. Lalu timbullah ketakutan pada sebagian bangsa akan habisnya riwayat bumi ini lalu mereka mulai memikirkan dan membuat stasiun-stasiun angkasa sebagai tempat mengungsi manusia jika terjadi hal-hal yg tak diinginkan. Kerusakan dan kehancuran dalam kehidupan manusia dgn segala aspeknya juga lbh dahsyat. Pembunuhan massal mau pun tidak dekadensi moral ketamakan iri dan dengki telah mengantarkan manusia menuju derajat yg lbh rendah dari binatang ternak sekalipun.Lembaran ini tak akan cukup utk mengungkapkan semua kehancuran yg diakibatkan oleh perbuatan manusia di muka bumi ini baik laut mau pun darat.
Salah satu contoh fenomena dalam masyarakat dalam menyikapi perubahan iklim adalah petani di Desa Cangkring, Indramayu, Jawa Barat, menanam sayuran di dalam polybag plastik. Perubahan iklim, yang hadir dalam bentuk intrusi air laut ke daratan, dirasakan warga Cangkring, Kecamatan Cantigi, Indramayu, Jawa Barat. Jangankan tanaman padi, rumput pun sulit tumbuh di desa berbatas laut itu. Sebelum 1998, desa itu masih punya 400 hektar sawah.

"Sebelum 1990-an, kami adalah petani,” kata Zaenudin, warga Cangkring. Perlahan, sawah-sawah mereka tergerus air laut.

Sawah berubah payau. Debit air tawar irigasi jauh lebih kecil dibanding aliran air laut ke darat. Panen padi terus merosot.

Karena itu, sejak 1998, warga desa tergoda mengalihkan lahan jadi tambak udang yang menjanjikan keuntungan tinggi. ”Semua sawah dijadikan tambak karena padi tak mungkin lagi ditanam,” kata Solikhin, Ketua Kelompok Tani Sekar Kedaton dari Cangkring.

Namun, usaha tambak udang hanya bertahan kurang dari lima tahun. Hasil tambak merosot karena berbagai penyakit. Areal tambak bekas sawah sebagian dibiarkan telantar. Kembali ke padi tak mungkin lagi.

Hamparan padi menguning tinggal cerita. Desa itu gersang dan meranggas. Satu-dua pohon kelapa dan pisang yang tumbuh daunnya kuning. Enggan berbuah. Bahkan, rumput hanya tumbuh di musim hujan. Hijau tanaman hanya bunga-bunga yang ditanam warga menggunakan pot, tanahnya dari desa tetangga.

”Bunga dalam pot itu menjadi ide kami mengajak warga menanam sayur dalam polybag plastik,” kata Masroni, Ketua Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) Indramayu.

Sejak setahun lalu, IPPHTI Indramayu berupaya menghijaukan kembali Desa Cangkring. Tak mudah. Tanah di Cangkring terlalu asin. Air pasang yang sering merendam pekarangan warga membuat upaya menanam jadi mustahil.

”Kami mendatangkan tanah dari desa lain. Sayuran ditanam di polybag yang disusun di atas gundukan tanah agar bebas dari air pasang,” kata Masroni.

Upaya itu berhasil. Kini, aneka sayur, seperti cabai, terung, kacang panjang, hingga pare, tumbuh di pekarangan warga. ”Sudah bertahun-tahun kami tak makan sayur. Kini, kami bisa makan hasil tanaman sendiri,” kata Solikhin.

Intrusi air laut

Cerita tentang Cangkring layak jadi peringatan bagi pertanian kita, khususnya pertanian di pesisir Pulau Jawa yang rentan terdampak kenaikan muka air laut. Penelitian pakar bencana dari Universitas Gadjah Mada, Subiyakto, mengingatkan, perubahan iklim berupa naiknya muka air laut sudah hadir di Indonesia. Hal ini rentan menjadi bencana dalam skala masif.

”Perubahan iklim di Indonesia sudah sangat serius dampaknya. Diperlukan percepatan strategi mitigasi dan adaptasi berbasis kapasitas masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi untuk mengurangi dampak,” kata Subiyakto, dalam pengukuhan sebagai guru besar, belum lama ini. Perubahan iklim paling gampang terlihat dari intrusi air asin ke daratan.

Subandono dalam bukunya, Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2009, memprediksi, kenaikan muka air laut di pantai utara Jawa mencapai 6-10 mm per tahun. Artinya, kota-kota di pesisir Pulau Jawa, seperti Pekalongan, 100 tahun mendatang akan tergenang air laut hingga 2,1 km dari garis pantai saat ini. Sementara itu, Kota Semarang akan tergenang sejauh 3,2 km dari garis pantai.

Eksperimen petani

Kustiwa Adinata, Koordinator Program IPPHTI Nasional, mengatakan, eksperimen di Cangkring hanya satu contoh upaya petani di jaringannya dalam menyiasati intrusi air laut. Mereka mencoba menanam dan menyilangkan varietas padi tahan asin di Desa Cantigi Kulon, masih di Indramayu.

Selain Indramayu, IPPHTI juga menggandeng sejumlah petani di Brebes, Cilacap, Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, hingga Palembang (Sumatera Selatan) dan Serdang Bedagai (Sumatera Utara) untuk bertani di lahan asin.

”Dua tahun terakhir, kami mendampingi petani di Rawa Apu, Cilacap, kembali menggarap sawah yang ditinggalkan karena air asin. Menanam padi atau sayur di lahan asin dimungkinkan. Namun, kami harus terus bereksperimen. Tiap daerah, teknik dan benih yang cocok berbeda-beda,” kata Kustiwa. perubahan iklim

0 komentar:

Posting Komentar

Chit-Chat

Find Us on Facebook

Diberdayakan oleh Blogger.