PERTANIAN ALA ANGKOR

Di National GeograpHic saya melihat teknologi mengelola air dengan dahsyatnya, atau kalau pantas saya katakan adalah sebuah keajaiban peradapan. terlepas apakah semua itu dibuat dengan menumpahkan berjuta-juta liter darah dan keringat petani, ini adalah usaha maksimal dalam merekayasa alam untuk kepentingan manusia, yang berkuasa tentunya. dengan mengelola air sedemikian cerdasnya, mereka dapat memproduksi berbagai macam tanaman untuk keperluan mereka. Sekarang, di negara dunia ketiga, air dan pertaniannya adalah masalah serius dan tak kunjung ada jalan keluarnya. kenapa kita tidak belajar dari masa lalu yang cemerlang. bukan maksud beromantisme, tetapi adalah kenyataan yang ada bahwa kita yang tinggal di daerah selatan bisa mencapai swasembada pertanian.
trus kenapa kita terus hutang...???
haha..
Para peneliti terkagum-kagum pada ambisi para insinyur Angkor. “Kami menyadari bahwa seluruh lanskap Angkor Raya itu adalah buatan,” kata Fletcher. Selama beberapa abad, berkelompok-kelompok buruh membangun ratusan kilometer kanal dan tanggul yang mengandalkan sedikit perbedaan kemiringan tanah yang alami untuk membelokkan air dari Sungai Puok, Roluos, dan Siem Reap ke baray. Pada bulan-bulan musim kemarau, kanal-kanal yang meluap membelokkan kelebihan air. Setelah hujan mereda pada Oktober atau November, kanal pengairan membagi simpanan air. Baray juga mungkin membantu memulihkan kelembapan tanah dengan membiarkan air merembes ke tanah. Di sawah sekeliling, penguapan permukaan tentu menarik air tanah untuk memasok tumbuhan. “Sistem ini sangat cerdas,” kata Fletcher.
Yang penting, mereka menemukan pintu masuk dan keluar barat untuk mengakhiri perdebatan yang dipicu oleh karya Groslier tentang apakah waduk kolosal itu digunakan semata untuk ritual agama atau untuk irigasi. Jawabannya jelas, keduanya.
Tata air yang cerdas itu mungkin menjadi pembeda antara peradaban yang besar dan yang biasa-biasa saja. Sebagian besar padi kerajaan ditanam di sawah berpematang yang, tanpa sistem ini, harus bergantung pada hujan monsun atau pasang-surut air musiman di bantaran banjir Tonle Sap. Pengairan tentu meningkatkan panen. Sistem itu mungkin membuat pangan tersedia di musim paceklik, kata Fletcher. Selain itu, kemampuan dalam membelokkan dan menampung air tersebut ikut memberi perlindungan dari banjir. Menurut dia, saat kerajaan-kerajaan lain di Asia Tenggara berjuang mengatasi kekurangan atau kelebihan air, tata air di Angkor menjadi “aset strategis yang sangat berharga.”

Chit-Chat

Find Us on Facebook

Diberdayakan oleh Blogger.